Rabu, 18 Mei 2016

LP FRAKTUR FEMUR DEXTRA TERBUKA SEPERTIGA DISTAL



LP FRAKTUR FEMUR DEXTRA TERBUKA SEPERTIGA DISTAL



Disusun Oleh:
Program Study Ners
Shandy Prima Kurniawati
Hemy Sutrawati
Universitas Islam As-Syafi”iyah
2015
A.          DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenisnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat di absorbsinya (Smeltzer & Bare, 2002 : 2357).
            Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. (Price, 2006 : 1365).
            Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. Patah tulang dapat terjadi dalam keadaan normal atau patologis. Pada keadaan patologis, misalnya kanker tulang atau osteoporosis, tulang menjadi lebih lemah. Dalam keadaan ini, kekerasan sedikit saja akan menyebabkan patah tulang. (Oswari , 2005 : 144).
            Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontiunitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005 : 840).
            Fraktur femur adalah terputusnya kontiunitas batang femur yang bisa terjadi akibat truma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian). Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok (FKUI dalam Jitowiyono, 2010 : 15).
            Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan  yang disebabkan oleh ruda paksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk memperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak dapat direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang lebih baik maka perlu dilakukan tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh Internal Fixation).
            Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).

            ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu tindakan pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM) untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
            Dari beberapa definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa pengertian fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa atau kekerasan, bisa dalam keadaan  normal atau patologis.
A.       EPIDEMOLOGI
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di kota ini. Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang di negara ini, kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung meningkat di mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun selanjutnya 2.277 orang, 2003 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini meningkat menjadi 3.977 orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah korban mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah ke samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang. Dalam kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan fraktur vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang cukup tinggi. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah. (http://id.wikipedia.org/wiki/fraktur)

B.         Etiologi
Menurut Barbara C Long (1996)
1)      Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2)      Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
3)      Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis. Fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan oleh melelehnya struktur tulang akibat proses patologik. Proses patologik dapat disebabkan oleh kurangnya zat-zat nutrisi seperti vitamin D, kaslsium, fosfor, ferum. Factor lain yang menyebabkan proses patologik adalah akibat dari proses penyembuhan yang lambat pada penyembuhan fraktur atau dapat terjadi akibat keganasan.
Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :
  1. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
  2. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
  3. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
C.          Tanda Dan Gejala
1)      Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2)      Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3)      Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4)      Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
5)      Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
6)      Peningkatan temperatur lokal
7)      Pergerakan abnormal
8)      Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)
9)      Kehilangan fungsi
E.   Klasifikasi
Penampakan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
  1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a)      Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
b)      Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5iO89ho0KDzFW67rPZ7mdnsrELQW5IB0vflSK6jRH9eIbb23XUoI2ScenyMO1xWEqlzWqWR-pZU2NpFiu-i9NkzN-j_glN4cdrLMJx8VYKtjozRg5Of4FiRJUh_V3C7SOJitFBbiHqmQH/s1600/4.jpg
2.      Berdasarkan komplit atau ketidak klomplitan fraktur.
a)            Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b)            Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
1.         Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
2.         Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
3.         Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
4.         Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.
c)            Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgw2TPtZMObFGMUnRhSVq5rXT_hrTxp6yl37keJTH9WUivZgJgittHfwLpkvU3Vq75vjkmdyxlW2EU8Q4pD0z37yezYIWV4nqm1t0X7kqgjsCjOaANSSeSH1ATcs0Er5DEZZzJzQCltMQSj/s1600/5.png
d)           Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjo6sSmZCE0X4zyd_2LbWaFWDPFSAjq8vzvLfeOiPbBiaWnHz4v2uW_dIpDwwSH1afDa-03SsdgkvSOzs1gfLwAf3UsnJ76RtqC2dOazu25UGyz9SKBcyKwq4G6IvI_zV5OIUdDjT3dAmUY/s1600/7.png
e)            Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9kyQhMSQV-fMzf2ppEZagy2KmX3Xd4ATe1y-k7UQKrWrp4ySysJiZXc1NGsSjD3I2IflwgoiK0HiU5pI7x1jfbBB7oXKv2O6InLRcQg1VHQFXliBmJYpWUO1GI6mXKecisKD491g4Qs3V/s1600/10.jpg
f)             Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
g)            Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
3.      Berdasarkan jumlah garis patah.
a)            Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBV0dVG7s-U6UXcSoL-wMYS9NF4bmYGo_AdWoDo0uuP4nJVTnvetyOAnQ7EyYawIlZhIyQxYxdkP77oylwZaXCJASi6vPuuBD1Po-HMnLqmB4NCtZ6FR0vR8Wo4XPllwFOo0FxPodnj1JV/s1600/6.png
b)            Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
              https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeyPkd5IGiXL5jj7VhzNkJ5QMVT7w9B0grI76YdYhTALUtYzQ0shYSeHhTzn3ci-Gc8g-hs-6YMcP4r9jcmkGq8exYmVRe8u2ZV2nuOIYcwy3AKRiHX_BXlyM68nnr6Ilga4GRTaVgRdHk/s1600/8.png
c)      Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
4.      Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a)      Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b)      Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
1.   Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).
2.   Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
3.   Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
4.   Berdasarkan posisi frakur, Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a)      1/3 proksimal
b)      1/3 medial
c)      1/3 distal
5.      Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a)      Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
b)      Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c)      Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
d)     Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.

F.            PATOFISIOLOGI
Pada kondisi trauma diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan femur pada orang dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau mengalami jatuh dari ketinggian. Biasanya pasien mengalami multipel trauma yang menyertainya.
Secara klinis fraktur femur terbuka sering didapatkan adanya  kerusakan neurovaskuler yang akan memberikan manifestasi   peningkatan resiko syok, baik syok hipovolemik karena  kehilangan darah (pada setiap patah satu tulang femur diprediksi akan hilangnya darah 500 cc dari  sistem  vaskular), maupun  syok  neurologik disebabkan rasa nyeri yang sangat hebat akibat kompresi atau kerusakan saraf yang berjalan di bawah tulang  femur.
4.      https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh6B3FgUK-HddxJBHVVg2SYUYlC6X_MveQO4jJn-yH1HJ66nxxcoKMyX9OzNboTbq4dAIrUwjHlXhcSCq04FZiVIOsnpzZVWFN7YVRIoQIgAEp-uwsWIyOghpQCYYRIANyWaOhoEOl38yuc/s1600/12.jpg

5.      . Berbagai kondisi gambaran klinis fraktur femur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak 
a.             Proses  Fraktur
Trauma muskuluskeletal bisa menjadi fraktur dapat dibagi menjadi trauma langsung dan trauma tidak langsung.
a)    Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
b)   Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung merupakan suatu kondisi trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
b.         Penyembuhan  Tulang Normal
Ketika mengalami cedera fragmen. Tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut, tetapi juga akan mengalami regenerasi secara bertahap. Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang :
Fase 1 : Inflamasi
Respon tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respon apabila ada cedera di bagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan yang cedera dan pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar) yang akan membersihkan daerah tersebut dari zat asing. Pada saat ini terjadi inflamasi, pembengkakan, dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
6.      https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRxqugHUOpFJ1Vfp3KSE0so-Vd7aQSuvWC0XkS626jpFkkGHYnZts5FvnrCmuW2nQVwCD7cxZv0VzZFYryKEcyzAtortcV6qO-1Wh0FQEv1HbqyPfU8nNJDgdgfLfpjHj8dPbU2XR1Sxwe/s1600/13.jpg
Fase 2 : Proliferasi sel
Dalam sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin pada darah dan membentuk jaringan untuk revaskularisasi, serta invasi fibroblast dan osteoblas.
Fibroblas dan osteoblas (berkembang dari osteosit, sel endostel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut di rangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Namun, gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukan potensial.
7.      https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXIraIoYXRyuqkSxjJQKTieMZdZOk9QYFP4tTcqGrpU6Xx4kp70PMltqVBwI-DYTs7Ewa7gn8N1uUxmiMFBoOUgggHYDicrQCskLW4Uqry4g0sPfCXPx8ubFCfeZwM2vEYXhChKalhTHhj/s1600/14.jpg
Fase 3 : Pembentukan dan Penulangan kalus (osifikasi)
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan serat tulang imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang terhubung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen tulang tak bisa lagi digerakan.
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial. Mineral terus-menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Pada patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat bulan.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFlzNHMVnc0G6tjNvqmImfYokgCCyQBYL8ADREP-z7OFXVZWXuQDk7HhvvJsGtZ8zCGbxKLefaTWMhh4u2s1VoNNUzHQ3WFPf2vbrNrE-q8wHSvnw_cr7Bt6gtt0ZwH5HlNV4Rl3Uh5q0D/s1600/15.jpg

. Fase 3: Pembentukan dan Penulangan kalus  
Fase 4 : Remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun pada beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang dan stres fungsional pada tulang (pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselus). Tulang kanselus mengalami penyembuhan dan remodeling lebih cepat dari pada tulang kortikal kompak, khususnya pada titik kontak langsung. Ketika remodeling telah sempurna, muatan permukaan patah tulang tidak lagi negatif.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhRpiL9Fp5dhchx-Bfup1tppXHmTOcafo_L32_R0e_9EqYdWnWcdRw2QD8GD2QBowmtn_WXi_lUoWXGLq9Fcv8uFaB0a2uao_fb2i1deK9vaxZwpIwzwig9FtZhPYT9ICFx49eesEWb67A/s1600/16.jpg
Fase 4: Remodeling
Korteks mengalami revitalisasi
a.    Faktor-faktor  Penyembuhan  Fraktur
1.      Umur penderita.
2.      Lokalisasi dan konfigurasi fraktur.
3.      Pergeseran awal fraktur.
4.      Vaskularisasi pada kedua fragmen.
5.      Reduksi serta imobilisasi.
6.      Waktu imobilisasi.
7.      Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak.
8.      Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal.
9.      Cairan sinovia.
10.  Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak.
11.  Nutrisi.
12.  Vitamin D.
F.           WOC
H.   PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a)      Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
b)      Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c)      Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.(Ignatavicius, Donna D, 1995)
I.           PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan dengan konservatif dan operatif
  1. Cara Konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memungkinkan terjadinya pertumbuhan tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips dan traksi.

  1. Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
  • Immobilisasi dan penyangga fraktur
  • Istirahatkan dan stabilisasi
  • Koreksi deformitas
  • Mengurangi aktifitas
  • Membuat cetakan tubuh orthotik

Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
  • Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
  • Gips patah tidak bisa digunakan
  • Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
  • Jangan merusak / menekan gips
  • Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
  • Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

  1. Traksi (mengangkat / menarik)
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.

Metode pemasangan traksi antara lain :
  • Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency
  • Traksi mekanik, ada 2 macam :
-            Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
-            Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.

Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
  • Mengurangi nyeri akibat spasme otot
  • Memperbaiki & mencegah deformitas
  • Immobilisasi
  • Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
  • Mengencangkan pada perlekatannya

Prinsip pemasangan traksi :
  • Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
  • Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
  • Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
  • Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
  • Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
  • Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman
  1. Cara operatif / pembedahan
      Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
  1. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
  2. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF: Open Reduction internal Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah
Tujuan:
  • Imobilisasi sampai tahap remodeling
  • Melihat secara langsung area fraktur
Jenis Open Reduction Internal Fixation ( ORIF )
Menurut Apley (1995) terdapat 5 metode fiksasi internal yang digunakan, antara lain:
  1. Sekrup kompresi antar fragmen
  2. Plat dan sekrup, paling sesuai untuk lengan bawah
  3. Paku intermedula, untuk tulang panjang yang lebih besar
  4. Paku pengikat sambungan dan sekrup, ideal untuk femur dan tibia
  5. Sekrup kompresi dinamis dan plat, ideal untuk ujung proksimal dan distal femur
Indikasi ORIF :
  1. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur.
  2. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur dislokasi.
  3. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
  4. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur
      Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF: Open reduction Eksternal Fixation). Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur atau remuk
Indikasi OREF :
  1. Fraktur terbuka derajatI II 
  2. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
  3. Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
  4. Fraktur Kominutif
  5. Fraktur Pelvis
https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSdvTEeCmfFva1v0Redn8f1356UvDcLZdfVDknv8d0PCpqa8-Vj2w
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
  1. Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
  2. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya
  3. Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
  4. Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
  5. Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot hampir normal selama penatalaksanaan dijalankan
SOAL
TEGAKKAN DIAGNOSA KEPERAWATAN, DENGAN TANDA OBYEKTIF DAN SUBYEKTIF, SUSUNAN PRIORITASNYA DAN BUAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA PRIORITAS PERTAMA DENGAN MENETAPKAN TUJUAN, KRITERIA EVALUASI DAN WAKTU PENCAPAIAN. BERIKAN KETERANGAN KAPAN ANDA AKAN MELAKUKAN EVALUASI HASIL DAN  APA SAJA YANG DIEVALUASI.
T. A 40 Th dirawat, dua hari yang lalu karena kecelakaan lalulintas. Hasil pengkajian : Keadaan kompos mentis, merintih kesakitan, paaha dibalut setelah debridement di bagian emergenci, tidak bisa duduk karena sangat sakit. Rencana Tn. A akan dioprasi pasang pen tapi nunggu datangnya pen. TD : 110/70 mmHg, N : 80x/mnt, RR : 24x/mnt. Terpasang infuse dengan NAacl 0,9% 12tpm. Hasil Laboratorium semua dalam keadaan normal. Hasil Rongent menunjukkan “ Simple fraktur femur dextra sepertiga distal”
Dx. Medis femur dextra terbuka sepertiga distal.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR FEMUR DEXTRA TERBUKA 1/3 DISTAL
I.                   PENGKAJIAN
1.      Identitas
Nama               : Tn. A
Usia                 : 40 th
Jenis Kelamin  : Laki-laki
Alamat             : -
Diagnosa          : Femur dextra terbuka sepertiga distal
Tanggal Pengkajian   : 24 November 2015
Tanggal Oprasi         : Rencana Tn. A dioprasi pasang pen tetapi menunggu datangnya
          pen

Penanggung Jawab  : Ny.  W
Hubungan                : Istri
Alamat                                 : -
II.                KELUHAN UTAMA
Merintih kesakitan, tidak bisa duduk karena sangat sakit
III.             RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
1.      Provocative : dua hari yang lalu klien kecelakaan lalu lintas.
2.      Quantity :  - Bagaimana dirasakan = merintih kesakitan
-          Bagaimana terlihat = tidak bisa duduk karena sangat sakit
3.      Region : femur dextra sepertiga distal
4.      Severity : aktivitas terganggu
5.      Time : -
IV.              PEMERIKSAAN FISIK
a.          Keadaan umum : Kompos Mentis
b.         TTV
-             TD : 110/70 mmHg
-             S: 37 C
-             N : 80 x/menit
-             RR : 24 x/menit
V.                 HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.       Laboratorium
Semua dalam batas normal
b.      Rongent
        Hasil rongent menunjukan simple fraktur femur dextra sepertiga distal

DATA SUBYEKTIF
-             Keadaan saat ini : klien merintih kesakitan, paha dibalut debridement dibagian emergensi, tidak bisa duduk karena sangat sakit.
DATA OBYEKTIF
-          TD : 110/70 mmHg
-          S: 37 C
-          N : 80 x/menit
-          RR : 24 x/menit
-          Terpasang infuse dengan Nacl 0,9% 12 tts / menit
-          Hasil Laboratorium semua dalam batas normal
-          Hasil Rongent  menunjukkan simple fraktur femur dextra sepertiga distal
VI.              PEMERIKSAAN FISIK
No.
Data
Penyebab
Masalah
1.
DS : Klien mengatakan
nyeri kaki dibagian  Paha

Do : Klien tampak merintih kesakitan, Paha klien dibalut setelah debridement dibagian emergenci
Trauma langsung
Terputusnya kontinuitas jaringan
Pergeseran fragmen tulang
Pelepasan mediator kimia(bradikinin,histamine)
Ransangan reseptor medulla
spinalis
Korteks serebri
                    Nyeri

Gangguan rasa nyaman nyeri
2.
DS: Klien mengatakan tidak bisa duduk karena sangat sakit
DO: Klien tidak bisa menggerakkan kaki
-      
Diskontinuitas tulang 
Perubahan jaringan sekitar
Pergeseran fragmen tulang
Deformitas
Gangguan fungsi
Gangguan mobilitas fisik

Gangguan Imobilisasi
3.
DS: -
DO : terlihat paaha dibalut setelah debridement di bagian emergenci
Adanya luka terbuka di bagian fraktur
Resiko Infeksi

VII.           PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Gangguan rasa nyaman nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan adanya luka terbuka dengan tanda  klien tampak meringis kesakitan, skala nyeri 7-10 ( berat ) tanda vital sign : TD : 110/70 mmhg, RR : 24 x/mnt, RR : 80 x/mnt, Temp : 37 derajat  celcius.
2.      Gangguan imobilisasi b/d terputusnya kontinuitas jaringan tulang
3.      Resiko Infeksi b/d adanya luka terbuka dibagian fraktur
VIII.        RENCANA KEPERAWATAN
No.
DX
Tujuan / Kriteria Hasil
Rasional
1.
Gangguan rasa nyaman nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan adanya luka terbuka dengan tanda  klien tampak meringis kesakitan, skala nyeri 7-10 ( berat ) tanda vital sign : TD : 110/70 mmhg, RR : 24 x/mnt, RR : 80 x/mnt, Temp : 36 derajat  celcius.

Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam nyeri berkurang secara berkala. Dengan Kriteria Hasil : Klien melaporkan rasa nyeri yang berkurang, tanda-tanda vital dalam batas normal (Td : 120/80 mmHg, Nd : 80-100 x/menit, Rr : 18-24 x/menit, Sh : 36-370C), tampak ekspresi wajah rileks, skala nyeri 0-1.
Rencana tindakan
.         Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.



2.      Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri.


3.      Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri.


4.     
O    Observasi TTV

5.     
      Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic.

DS: Klien mengeluh nyeri pada luka, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas terus menerus, karakteristik nyeri setempat.
DO : Tampak klien menahan rasa sakit saat bergerak, observasi tanda-tanda vital Td : 110/70 mmHg, Nd : 80 x/menit, Rr : 24 x/menit, Sh : 37,0C.  Terlihat paha dibalut setelah debridement di bagian emergenci.
     







 

      Hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif.
6.     
           Tingkat intensitas nyeri dan frekuensi menunjukkan skala nyeri.
7.     
      Memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
8.      Untuk mengetahui perkembangan klien.
9.      Merupakan tindakan dependent, perawat

2.
Gangguan imobilisasi b/d terputusnya kontinuitas jaringan tulang

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan masalah hambatan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil:
  1. Atur posisi elevasi tungkai.
  2. Pertahankan posisi tirah baring.
DS :-
DO : Klien terlihat tidak bisa duduk karena sangat sakit
1.         Mengurangi resiko cidera menjalar.

3.
Resiko terjadinya Infeksi b/d adanya luka terbuka dibagian fraktur
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam diharapkan resiko terjadinya infeksi teratasi.
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa), tanda-tanda vital dalam batas normal (Td : 120/80 mmHg, Nd : 80-100 x/menit, Rr : 18-24 x/menit, Sh : 36-370C), hasil pemeriksaan laboratorium leukosit dalam batas normal ( 5.000-10.000/ul).
Rencana tindakan
1. Lakukan perawatan luka sesuai protocol.
2. Kolaborasi pemberian antibiotika sesuai indikasi.
3. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)
4.   Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka.
DS: -
DO : Paha klien dibalut setelah debridement dibagian emergenci


2.     Mencegah masuknya mikroorganisme
3.     Membunuh bakteri yang masuk
4.     Melihat adanya infeksi pada luka.
5.     Untuk mengetahui perkembangan klien



XI. EVALUASI
1.      Data Subyektif : Klien mengatakan nyeri pada daerah fraktur, intensitas nyeri hilang timbul
Data Obyektif : Observasi tanda-tanda vital tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 24 x/menit, suhu 37
C, tampak klien menahan sakit. Tampak luka terlihat paaha dibalut setelah debridement di bagian emergenci , Tampak luka pada batang femur sinistra dengan kondisi luka basah dan berdarah.  Analisa : Masalah gangguan rasa nyaman nyeri belum teratasi, tujuan keperawatan belum tercapai.
Planning : Tindakan keperawatan dilanjutkan.
Rencana Tindakan
1.  Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
2.    Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri.
3.   Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri.
4.   Observasi TTV
5.   Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic.
2.      DS: -
DO : Klien terlihat tidak bisa duduk karena sangat sakit
Planning : Tindakan keperawatan dilanjutkan
Rencana tindakan :
1.         Atur posisi elevasi tungkai.
2.         Pertahankan posisi tirah baring.

3.      Data Subyektif : -
Data Obyektif : Luka tampak bersih, tertutup elastic verband, tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa). Observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 24 x/menit, suhu 37
C.
Analisa : Masalah resiko terjadinya infeksi belum teratasi, tujuan belum tercapai.
Plannning : Tindakan keperawatan dilanjutkan.
Rencana tindakan
1. Lakukan perawatan luka sesuai protocol.
2. Kolaborasi pemberian antibiotika sesuai indikasi.
3. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)
4. Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar