LP FRAKTUR FEMUR DEXTRA TERBUKA SEPERTIGA DISTAL
Disusun Oleh:
Program Study Ners
Shandy Prima Kurniawati
Hemy Sutrawati
Hemy Sutrawati
Universitas Islam As-Syafi”iyah
2015
A.
DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang dan ditentukan sesuai
dengan jenisnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar
dari yang dapat di absorbsinya (Smeltzer & Bare, 2002 : 2357).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan
pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. (Price,
2006 : 1365).
Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan. Patah tulang dapat terjadi dalam keadaan normal atau
patologis. Pada keadaan patologis, misalnya kanker tulang atau osteoporosis,
tulang menjadi lebih lemah. Dalam keadaan ini, kekerasan sedikit saja akan
menyebabkan patah tulang. (Oswari , 2005 : 144).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontiunitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat,
2005 : 840).
Fraktur femur adalah terputusnya kontiunitas batang femur yang bisa terjadi
akibat truma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian). Patah
pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan
penderita jatuh dalam syok (FKUI dalam Jitowiyono, 2010 : 15).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang
rawan yang disebabkan oleh ruda paksa (trauma atau tenaga fisik).
Untuk memperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak dapat
direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang lebih baik
maka perlu dilakukan tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh
Internal Fixation).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan
patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas
melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat,
1999 : 1138).
ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu tindakan
pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur
sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya
melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM) untuk
mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang
solid terjadi.
Dari beberapa definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa pengertian fraktur
adalah terputusnya kontiunitas tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa atau kekerasan, bisa dalam keadaan normal
atau patologis.
A.
EPIDEMOLOGI
Kecelakaan lalu lintas sering sekali
terjadi di negara kita, khususnya di kota ini. Ratusan orang meninggal dan
luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang di negara ini, kasus
kecelakaan lalu lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh
nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data
kepolisian Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai
13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami
luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap
hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal
dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung meningkat
di mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun selanjutnya
2.277 orang, 2003 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini meningkat
menjadi 3.977 orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah korban
mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang.
Trauma yang paling sering terjadi
dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah tulang). Fraktur atau patah
tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika
patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan
fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia
luar. Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang
yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur
tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami
pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah ke
samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak,
nyeri tekan, dan perpendekan tulang. Dalam kenyataan sehari-hari, fraktur yang
sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan fraktur vertebra. Fraktur
ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah, tangan,
tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur
tungkai atas atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden
yang cukup tinggi. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah.
(http://id.wikipedia.org/wiki/fraktur)
B.
Etiologi
Menurut Barbara C Long (1996)
1) Cedera dan benturan seperti
pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, kontraksi otot
ekstrim.
2) Letih karena otot tidak
dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
3) Kelemahan tulang akibat
penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis. Fraktur patologik
yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan oleh melelehnya struktur
tulang akibat proses patologik. Proses patologik dapat disebabkan oleh
kurangnya zat-zat nutrisi seperti vitamin D, kaslsium, fosfor, ferum. Factor
lain yang menyebabkan proses patologik adalah akibat dari proses penyembuhan
yang lambat pada penyembuhan fraktur atau dapat terjadi akibat keganasan.
Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :
- Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
- Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
- Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
C.
Tanda Dan Gejala
1) Nyeri terus menerus dan
bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang
menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2) Deformitas dapat disebabkan
pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya obat.
3) Pemendekan tulang, karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4) Krepitasi yaitu pada saat
ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang
teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
5) Pembengkakan dan perubahan
warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti
fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah
cedera.
6) Peningkatan temperatur
lokal
7) Pergerakan abnormal
8) Echymosis (perdarahan
subkutan yang lebar-lebar)
9) Kehilangan fungsi
E. Klasifikasi
Penampakan fraktur dapat sangat bervariasi
tetapi untuk alasan yang praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
- Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a)
Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
b)
Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2. Berdasarkan komplit atau ketidak
klomplitan fraktur.
a)
Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b)
Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
1.
Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
2.
Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu
korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
3.
Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
4.
Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan
mekanisme trauma.
c)
Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada
tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
d)
Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk
sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
e)
Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk
spiral yang disebabkan trauma rotasi.
f)
Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial
fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
g)
Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma
tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
3. Berdasarkan jumlah garis patah.
a)
Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari
satu dan saling berhubungan.
b)
Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari
satu tapi tidak berhubungan.
c)
Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
4. Berdasarkan pergeseran fragmen
tulang.
a)
Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b)
Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
1. Dislokasi ad longitudinam cum
contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).
2. Dislokasi ad axim (pergeseran yang
membentuk sudut).
3. Dislokasi ad latus (pergeseran
dimana kedua fragmen saling menjauh).
4. Berdasarkan posisi frakur, Sebatang
tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a) 1/3
proksimal
b) 1/3
medial
c) 1/3
distal
5. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat
tekanan yang berulang-ulang.
Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a)
Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b)
Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c)
Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.
d) Tingkat
3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma
kompartement.
F.
PATOFISIOLOGI
Pada kondisi
trauma diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan femur pada orang dewasa.
Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan
kendaraan bermotor atau mengalami jatuh dari ketinggian. Biasanya pasien
mengalami multipel trauma yang menyertainya.
Secara klinis
fraktur femur terbuka sering didapatkan adanya kerusakan neurovaskuler
yang akan memberikan manifestasi peningkatan resiko syok, baik syok
hipovolemik karena kehilangan darah (pada setiap patah satu tulang femur
diprediksi akan hilangnya darah 500 cc dari sistem vaskular),
maupun syok neurologik disebabkan rasa nyeri yang sangat hebat
akibat kompresi atau kerusakan saraf yang berjalan di bawah tulang femur.
5. . Berbagai
kondisi gambaran klinis fraktur femur terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak
a.
Proses Fraktur
Trauma
muskuluskeletal bisa menjadi fraktur dapat dibagi menjadi trauma langsung dan
trauma tidak langsung.
a) Trauma langsung
Trauma langsung
menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi pada daerah tekanan.
Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut
mengalami kerusakan.
b) Trauma tidak langsung
Trauma tidak
langsung merupakan suatu kondisi trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh
dari daerah fraktur. Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan
fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
b.
Penyembuhan Tulang Normal
Ketika mengalami cedera fragmen. Tulang tidak hanya ditambal dengan
jaringan parut, tetapi juga akan mengalami regenerasi secara bertahap. Ada beberapa
tahapan dalam penyembuhan tulang :
Fase 1 : Inflamasi
Respon tubuh
pada saat mengalami fraktur sama dengan respon apabila ada cedera di bagian
tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan yang cedera dan pembentukan
hematoma pada lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi
karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh
makrofag (sel darah putih besar) yang akan membersihkan daerah tersebut dari
zat asing. Pada saat ini terjadi inflamasi, pembengkakan, dan nyeri. Tahap
inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan
dan nyeri.
Fase 2 : Proliferasi
sel
Dalam sekitar 5
hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin pada
darah dan membentuk jaringan untuk revaskularisasi, serta invasi fibroblast dan
osteoblas.
Fibroblas dan
osteoblas (berkembang dari osteosit, sel endostel, dan sel periosteum) akan
menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan
tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari
periosteum tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut di
rangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Namun, gerakan
yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh
menunjukan potensial.
Fase 3 : Pembentukan
dan Penulangan kalus (osifikasi)
Pertumbuhan
jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai
celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus,
tulang rawan dan serat tulang imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan
untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan
dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang
terhubung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen
tulang tak bisa lagi digerakan.
Pembentukan
kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga minggu patah tulang
melalui proses penulangan endokondrial. Mineral terus-menerus ditimbun sampai
tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Pada patah tulang panjang orang
dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat bulan.
. Fase 3: Pembentukan dan Penulangan kalus
Fase 4 : Remodeling
Tahap akhir
perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi
tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun pada beratnya modifikasi tulang yang
dibutuhkan, fungsi tulang dan stres fungsional pada tulang (pada kasus yang
melibatkan tulang kompak dan kanselus). Tulang kanselus mengalami penyembuhan
dan remodeling lebih cepat dari pada tulang kortikal kompak, khususnya pada
titik kontak langsung. Ketika remodeling telah sempurna, muatan permukaan patah
tulang tidak lagi negatif.
Fase 4:
Remodeling
Korteks mengalami revitalisasi
a. Faktor-faktor Penyembuhan Fraktur
1. Umur penderita.
2. Lokalisasi dan
konfigurasi fraktur.
3. Pergeseran awal
fraktur.
4. Vaskularisasi
pada kedua fragmen.
5. Reduksi serta
imobilisasi.
6. Waktu
imobilisasi.
7.
Ruangan
diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak.
8.
Faktor adanya
infeksi dan keganasan lokal.
9. Cairan sinovia.
10. Gerakan aktif
dan pasif pada anggota gerak.
11. Nutrisi.
12. Vitamin D.
F.
WOC
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a)
Pemeriksaan Radiologi
Sebagai
penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar
rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral.
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi
struktur fraktur yang kompleks.
b)
Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat
pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk
tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin
Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST),
Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c)
Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme
kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada
intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan
bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf
yang diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan
jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan
adanya infeksi pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat
fraktur.(Ignatavicius, Donna D, 1995)
I.
PENATALAKSANAAN
Prinsip
penatalaksanaan dengan konservatif dan operatif
- Cara Konservatif
Dilakukan
pada anak-anak dan remaja dimana masih memungkinkan terjadinya pertumbuhan
tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau diperkirakan
dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips dan traksi.
- Gips
Gips
yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi
dilakukan pemasangan gips adalah :
- Immobilisasi dan penyangga fraktur
- Istirahatkan dan stabilisasi
- Koreksi deformitas
- Mengurangi aktifitas
- Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
- Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
- Gips patah tidak bisa digunakan
- Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
- Jangan merusak / menekan gips
- Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
- Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
- Traksi (mengangkat / menarik)
Secara
umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas
pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan
segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.
Metode
pemasangan traksi antara lain :
- Traksi manual
Tujuannya
adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency
- Traksi mekanik, ada 2 macam :
-
Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain
misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
-
Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang
merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka
operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.
Kegunaan
pemasangan traksi, antara lain :
- Mengurangi nyeri akibat spasme otot
- Memperbaiki & mencegah deformitas
- Immobilisasi
- Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
- Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip
pemasangan traksi :
- Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
- Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
- Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
- Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
- Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
- Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman
- Cara operatif / pembedahan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin
adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi
terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan
diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur.
Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari
luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang
normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan
dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
- Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
- Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF: Open Reduction internal Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah
Tujuan:
- Imobilisasi sampai tahap remodeling
- Melihat secara langsung area fraktur
Jenis
Open Reduction Internal Fixation ( ORIF )
Menurut
Apley (1995) terdapat 5 metode fiksasi internal yang digunakan, antara lain:
- Sekrup kompresi antar fragmen
- Plat dan sekrup, paling sesuai untuk lengan bawah
- Paku intermedula, untuk tulang panjang yang lebih besar
- Paku pengikat sambungan dan sekrup, ideal untuk femur dan tibia
- Sekrup kompresi dinamis dan plat, ideal untuk ujung proksimal dan distal femur
Indikasi
ORIF :
- Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur.
- Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur dislokasi.
- Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
- Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur
Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF: Open reduction Eksternal
Fixation). Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan
kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk
fraktur kominutif (hancur atau remuk
Indikasi
OREF :
- Fraktur terbuka derajatI II
- Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
- Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
- Fraktur Kominutif
- Fraktur Pelvis
Keuntungan
perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
- Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
- Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya
- Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
- Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
- Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot hampir normal selama penatalaksanaan dijalankan
SOAL
TEGAKKAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN, DENGAN TANDA OBYEKTIF DAN SUBYEKTIF, SUSUNAN PRIORITASNYA
DAN BUAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA PRIORITAS PERTAMA DENGAN MENETAPKAN
TUJUAN, KRITERIA EVALUASI DAN WAKTU PENCAPAIAN. BERIKAN KETERANGAN KAPAN ANDA
AKAN MELAKUKAN EVALUASI HASIL DAN APA
SAJA YANG DIEVALUASI.
T. A 40 Th
dirawat, dua hari yang lalu karena kecelakaan lalulintas. Hasil pengkajian :
Keadaan kompos mentis, merintih kesakitan, paaha dibalut setelah debridement di
bagian emergenci, tidak bisa duduk karena sangat sakit. Rencana Tn. A akan
dioprasi pasang pen tapi nunggu datangnya pen. TD : 110/70 mmHg, N : 80x/mnt,
RR : 24x/mnt. Terpasang infuse dengan NAacl 0,9% 12tpm. Hasil Laboratorium
semua dalam keadaan normal. Hasil Rongent menunjukkan “ Simple fraktur femur
dextra sepertiga distal”
Dx. Medis
femur dextra terbuka sepertiga distal.
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR FEMUR DEXTRA TERBUKA 1/3 DISTAL
I.
PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama : Tn. A
Usia : 40 th
Jenis
Kelamin : Laki-laki
Alamat : -
Diagnosa
: Femur dextra terbuka sepertiga
distal
Tanggal
Pengkajian : 24 November 2015
Tanggal Oprasi : Rencana Tn. A dioprasi pasang pen
tetapi menunggu datangnya
pen
pen
Penanggung
Jawab : Ny. W
Hubungan
: Istri
Alamat
: -
II.
KELUHAN UTAMA
Merintih
kesakitan, tidak bisa duduk karena sangat sakit
III.
RIWAYAT KESEHATAN
SEKARANG
1.
Provocative
: dua hari yang lalu klien kecelakaan lalu lintas.
2.
Quantity
: - Bagaimana dirasakan = merintih
kesakitan
-
Bagaimana
terlihat = tidak bisa duduk karena sangat sakit
3.
Region
: femur dextra sepertiga distal
4.
Severity
: aktivitas terganggu
5.
Time
: -
IV.
PEMERIKSAAN FISIK
a.
Keadaan
umum : Kompos Mentis
b.
TTV
-
TD
: 110/70 mmHg
-
S:
37 C
-
N
: 80 x/menit
-
RR
: 24 x/menit
V.
HASIL PEMERIKSAAN
PENUNJANG
a.
Laboratorium
Semua
dalam batas normal
b.
Rongent
Hasil rongent menunjukan simple fraktur
femur dextra sepertiga distal
DATA
SUBYEKTIF
-
Keadaan
saat ini : klien merintih kesakitan, paha dibalut debridement dibagian
emergensi, tidak bisa duduk karena sangat sakit.
DATA
OBYEKTIF
-
TD
: 110/70 mmHg
-
S:
37 C
-
N
: 80 x/menit
-
RR
: 24 x/menit
-
Terpasang
infuse dengan Nacl 0,9% 12 tts / menit
-
Hasil
Laboratorium semua dalam batas normal
-
Hasil
Rongent menunjukkan simple fraktur femur
dextra sepertiga distal
VI.
PEMERIKSAAN FISIK
No.
|
Data
|
Penyebab
|
Masalah
|
1.
|
DS : Klien mengatakan
nyeri kaki dibagian Paha
Do : Klien tampak merintih
kesakitan, Paha klien dibalut setelah debridement dibagian emergenci
|
Trauma langsung
Terputusnya kontinuitas jaringan
Pergeseran fragmen tulang
Pelepasan mediator
kimia(bradikinin,histamine)
Ransangan reseptor medulla
spinalis
Korteks serebri
Nyeri
|
Gangguan rasa nyaman nyeri
|
2.
|
DS:
Klien mengatakan tidak bisa duduk karena sangat sakit
DO:
Klien
tidak bisa menggerakkan kaki
-
|
Diskontinuitas tulang
Perubahan jaringan sekitar
Pergeseran fragmen tulang
Deformitas
Gangguan fungsi
Gangguan mobilitas fisik
|
Gangguan Imobilisasi
|
3.
|
DS: -
DO : terlihat paaha
dibalut setelah debridement di bagian emergenci
|
Adanya luka terbuka di bagian fraktur
|
Resiko Infeksi
|
VII.
PRIORITAS DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Gangguan
rasa nyaman nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan adanya luka
terbuka dengan tanda klien tampak meringis
kesakitan, skala nyeri 7-10 ( berat ) tanda vital sign : TD : 110/70 mmhg, RR :
24 x/mnt, RR : 80 x/mnt, Temp : 37 derajat celcius.
2.
Gangguan
imobilisasi b/d terputusnya kontinuitas jaringan tulang
3.
Resiko
Infeksi b/d adanya luka terbuka dibagian fraktur
VIII.
RENCANA KEPERAWATAN
No.
|
DX
|
Tujuan / Kriteria
Hasil
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan
rasa nyaman nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan adanya luka
terbuka dengan tanda klien tampak
meringis kesakitan, skala nyeri 7-10 ( berat ) tanda vital sign : TD : 110/70
mmhg, RR : 24 x/mnt, RR : 80 x/mnt, Temp : 36 derajat celcius.
|
Setelah
dilakukan tindakan 3x24 jam nyeri berkurang secara berkala. Dengan Kriteria
Hasil : Klien melaporkan rasa nyeri yang berkurang, tanda-tanda vital dalam
batas normal (Td : 120/80 mmHg, Nd : 80-100 x/menit, Rr : 18-24 x/menit, Sh :
36-370C), tampak ekspresi wajah rileks, skala nyeri 0-1.
Rencana
tindakan
. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.
2. Kaji tingkat intensitas dan
frekuensi nyeri.
3. Jelaskan pada klien penyebab dari
nyeri.
4.
O Observasi TTV
5.
Melakukan kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian analgesic.
DS: Klien
mengeluh nyeri pada luka, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas terus
menerus, karakteristik nyeri setempat.
DO : Tampak
klien menahan rasa sakit saat bergerak, observasi tanda-tanda vital Td :
110/70 mmHg, Nd : 80 x/menit, Rr : 24 x/menit, Sh : 37,0C. Terlihat paha dibalut setelah debridement di bagian
emergenci.
|
Hubungan yang baik membuat klien dan
keluarga kooperatif.
6.
Tingkat intensitas nyeri dan
frekuensi menunjukkan skala nyeri.
7.
Memberikan penjelasan akan menambah
pengetahuan klien tentang nyeri.
8. Untuk mengetahui perkembangan
klien.
9. Merupakan tindakan dependent,
perawat
|
2.
|
Gangguan
imobilisasi b/d terputusnya kontinuitas jaringan tulang
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan masalah hambatan
mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil:
DS
:-
DO
: Klien terlihat tidak bisa duduk
karena sangat sakit
|
1.
Mengurangi
resiko cidera menjalar.
|
3.
|
Resiko
terjadinya Infeksi b/d adanya luka terbuka dibagian fraktur
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam diharapkan resiko terjadinya
infeksi teratasi.
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa), tanda-tanda vital dalam batas normal (Td : 120/80 mmHg, Nd : 80-100 x/menit, Rr : 18-24 x/menit, Sh : 36-370C), hasil pemeriksaan laboratorium leukosit dalam batas normal ( 5.000-10.000/ul). Rencana tindakan 1. Lakukan perawatan luka sesuai protocol. 2. Kolaborasi pemberian antibiotika sesuai indikasi. 3. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)
4.
Observasi
tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka.
DS:
-
DO
: Paha klien dibalut setelah debridement dibagian emergenci
|
2.
Mencegah
masuknya mikroorganisme
3.
Membunuh
bakteri yang masuk
4.
Melihat
adanya infeksi pada luka.
5.
Untuk
mengetahui perkembangan klien
|
XI. EVALUASI
1. Data Subyektif : Klien
mengatakan nyeri pada daerah fraktur, intensitas nyeri hilang timbul
Data Obyektif : Observasi tanda-tanda vital tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 24 x/menit, suhu 37⁰C, tampak klien menahan sakit. Tampak luka terlihat paaha dibalut setelah debridement di bagian emergenci , Tampak luka pada batang femur sinistra dengan kondisi luka basah dan berdarah. Analisa : Masalah gangguan rasa nyaman nyeri belum teratasi, tujuan keperawatan belum tercapai.
Planning : Tindakan keperawatan dilanjutkan.
Rencana Tindakan
1. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
Data Obyektif : Observasi tanda-tanda vital tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 24 x/menit, suhu 37⁰C, tampak klien menahan sakit. Tampak luka terlihat paaha dibalut setelah debridement di bagian emergenci , Tampak luka pada batang femur sinistra dengan kondisi luka basah dan berdarah. Analisa : Masalah gangguan rasa nyaman nyeri belum teratasi, tujuan keperawatan belum tercapai.
Planning : Tindakan keperawatan dilanjutkan.
Rencana Tindakan
1. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
2. Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri.
3. Jelaskan pada klien penyebab dari
nyeri.
4. Observasi TTV
5. Melakukan kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian analgesic.
2. DS: -
DO
: Klien terlihat tidak bisa duduk karena sangat sakit
Planning
: Tindakan keperawatan dilanjutkan
Rencana
tindakan :
1.
Atur posisi elevasi tungkai.
2.
Pertahankan posisi tirah baring.
3. Data Subyektif : -
Data Obyektif : Luka tampak bersih, tertutup elastic verband, tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa). Observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 24 x/menit, suhu 37⁰C.
Analisa : Masalah resiko terjadinya infeksi belum teratasi, tujuan belum tercapai.
Plannning : Tindakan keperawatan dilanjutkan.
Rencana tindakan
1. Lakukan perawatan luka sesuai protocol.
2. Kolaborasi pemberian antibiotika sesuai indikasi.
3. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)
4. Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka.
Data Obyektif : Luka tampak bersih, tertutup elastic verband, tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa). Observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 24 x/menit, suhu 37⁰C.
Analisa : Masalah resiko terjadinya infeksi belum teratasi, tujuan belum tercapai.
Plannning : Tindakan keperawatan dilanjutkan.
Rencana tindakan
1. Lakukan perawatan luka sesuai protocol.
2. Kolaborasi pemberian antibiotika sesuai indikasi.
3. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)
4. Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar